Jumat, 17 Juni 2011

OBJEK WISATA ALAM
  Dalam pembangunan pariwisata, Objek dan Atraksi wisata merupakan sasaran atau fokus utama. Mereka adalah penyebab utama motivasi wisatawan mengunjungi tempat wisata. Alasan lain karena dalam pengembangannya perlu terfokus secara terpadu. Misalnya, bila daya tarik wisata (atraksi) ingin berhasil jadi tempat kunjungan wisatawan, hendaknya pembangunannya terpadu dengan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan itu, misalnya transportasi, akomodasi, keamanan  dan lain-lain.
            Pada umumnya objek dan atraksi wisata dapat berupa unsur-unsur budaya seperti kesenian, tari-tarian, monumen-monumen peninggalan sejarah termasuk tempat-tempat peribadatan, makam-makam buhun, adat istiadat masyarakat tertentu, dan lain-lain. Objek lain yang barangkali masih belum atau kurang terjamah adalah objek wisata alam yang meliputi banyak hal. Misalnya keadaan iklim tropis yang dimiliki tanah air kita, udara panas, sejuknya alam pergunungan, tanah dan pemandangan (land configuration and landscape), sungai, danau, pantai, sumber air panas, hutan belukar, komoditas pertanian dan kelautan, serta berbagai jenis flora dan fauna.
Di banding dengan negara-negara lain ternyata Indonesia memiliki banyak sekali objek wisata alam yang sangat potensial untuk dilola dan dikembangkan secara baik. Namun memerlukan strategi promosi dan pengembangannya yang tepat sehingga jenis objek wisata yang satu ini lebih dikenal bagi para calon wisatawan, terutama wisatawan luar negeri. Tentunya ada pula objek wisata alam yang sudah lama dikenal dan dilola seperti taman laut Bunaken di Sulawesi Utara, taman laut Banda di Maluku, wisata-agro kebun teh di kawasan Puncak Bogor, wisata alam / di Bali dan tempat-tempat lain di Indonesia.
              Di Sumatera Barat, wisata alam ini pernah digalakkan oleh Ridwan Tulus, Direktur Sumatera and Beyond, yang menyebutya wisata ini sebagai Wisata Jalan Kaki Dunia. Dengan strategi yang dilakukan dan manajemen yang ia terapkan, pada 23-26 Maret 2006 datang sekitar 400 wisatawan asing dan sekitar 500 wisatawan Nusantara ke Sumatera Barat mengikuti Wisata Jalan Kaki untuk Perdamaian.
Pejalan kaki dunia yang datang antara lain dari Jepang, Belgia, Korea Selatan, China, Rusia, Australia, Selandia Baru, dan sejumlah negara dari Eropa Timur. Dari dalam negeri, pejalan kaki Bali, Jakarta, Bandung, Lampung, Riau, dan Medan. Peminat sangat banyak, tapi melihat kesiapan hotel di Sumbar yang sesuai standar mereka, hanya dibatasi untuk 400 wisatawan jalan kaki dunia, katanya.
Untuk merayu dan mengundang sekitar 15 juta anggota pejalan kaki dunia yang tersebar di puluhan negara, Ridwan mencoba mempelajari manajemen mengelola wisata jalan kaki ke Jepang. Bahkan, ia berpromosi dengan jalan kaki sejauh 1.300 kilometer, mengelilingi Pulau Kyusu, Jepang, Oktober 2002.
Ada lagi bentuk wisata alam lain yang berdasarkan komoditas pertanian dan kelautan seperti tadi sebagian telah disebutkan yaitu Agro Wisata, Wisata Bahari, Wisata Kebun Teh, Wisata Anggrek, Wisata Buah-buahan dan lain-lain. Puluhan tahun yang lalu di Engkel Subang,  pernah dikembangkan wisata Duren oleh pak Saca, seorang Kontak Tani buah-buahan dari kabupaten Subang. Namun kini sudah tak terdengar lagi kegiatan objek wisata ini. Bahkan gunung meletus pun seperti gunung Galunggung, gunung Guntur, gunung Papandayan, sebenarnya bisa saja jadi objek wisata alam. Tentunya hal ini memerlukan kecermatan pengelolaan dan pengamanan yang seksama.
Sampai sejauh mana pengelolaan wisata alam di Jawa Barat? Tentunya sudah ada, namun perlu revitalisasi yang tepat. Strategi promosinya belum terlihat, sehingga banyak objek-objek wisata alam di Jawa Barat yang belum tersentuh dan dilola secara matang. Saya kurang sepaham dengan pernyataan mantan Kepala BP-Budpar Setyanto P. Santoso beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa manajemen pariwisata di Indonesia adalah ”Manajemen Pariwisata Amburadul”.
Sekali lagi di Jawa Barat, banyak sekali objek wisata alam yang belum seluruhnya dilola secara baik. Antara lain  Gunung Batu dengan Maribaya di Lembang, kawasan Punclut di Ciumbuleuit, perkebunan teh di Ciater, curug Cindulang di Cicalengka, gunung Bohong dan curug Panganten di Cimahi. Demikian pula objek wisata alam di Garut sepert: Cipanas, Flamboyan Ngamplang, Kawah Talaga Bodas,  Air terjun Neglasari, Curug Orok, Sayang Heulang, Pantai Santolo, dan Pantai Rancabuaya. Bahkan di sebelah barat Pangandaran kabupaten Ciamis pun banyak sekali objek-objek wisata alam yang cukup menarik antara lain lembah pantai curam dengan namanya yang cukup keren yaitu Grand Canon, rupanya nurutan di Amerika Serikat. Sayangnya objek wisata alam ini belum terkelola secara baik.
Kita tidak menutup mata, memang ada permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Objek Wisata Alam ini, antara lain:
Kesulitan Transportasi. Masalah trasportasi pariwisata / jalan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh dunia pariwisata di Indonesia, terutama tranportasi dari dan ke lokasi yang terpencil. Sedangkan untuk tranportasi lokal tidak begitu masalah karena dapat diatasi oleh industri tranportasi yang dikelola oleh masyarakat sendiri. Demikian pula masalah akomodasi penginapan di lokasi objek wisata.
Akomodasi penginapan, terutama di tempat atau lokasi objek wisata, terasa masih langka. Kalaupun ada, masih belum terpelihara dengan baik. Sebetulnya, rumah-rumah penduduk setempatpun bisa saja dijadikan tempat nginap wisatawan, seperti halnya yang terjadi di Bali maupun di Pangandaran Jawa Barat.
Sumberdaya Manusia. Pada umumnya objek wisata di Indonesia disiapkan oleh pemilik pariwisata untuk ditonton oleh pelancong atau dengan kata lain umumnya adalah sebagai pariwisata budaya yang berpusat pada masyarakat. Dalam pengertian seperti ini maka objek wisata adalah barang yang diolah oleh manusia untuk ditontonkan kepada orang lain. Dengan demikian obyek pariwisata yang ada tidak dengan sendirinya dapat memuaskan pelancong, akan tetapi harus lebih dulu “disiapkan”. Ini berarti sumberdaya manusia di bidang pariwisata menjadi amat menentukan dalam menyiapkan obyek-obyek pariwisata yang ada. Dengan demikian SDM pariwisata perlu disiapkan baik jumlah, kualitas maupun  kemampuannya sebagai abdi-abdi masyarakat wisata.
Selain persoalan transportasi, sumberdaya manusia, manajemen dan pemasaran juga harus mendapat perhatian melalui deregulasi yang lain. Perhatian pemerintah daerah dalam hal-hal yang terakhir ini harus lebih dominan. Upaya yang sungguh-sungguh untuk memasarkan obyek-obyek wisata daerah di Jawa Barat harus seyogianya dilakukan secara gencar dan berkesinambungan. Promosi pariwisata melalui saluran internet, merupakan sarana yang tepat, murah dan workable terutama bagi wisatawan mancanegara. Media komunikasi lainpun kiranya perlu dimanfaatkan secara seksama dan terpadu, baik surat kabar, brosur, radio maupun televisi.
Masalah lain yang kiranya memerlukan perhatian juga, adalah masalah keamanan (security). Peristiwa mengenaskan bom di Bali dan hotel Mariot, masih merupakan momok bagi wisatawan asing. Demikian pula masalah keselamatan wisatawan dilokasi Wisata, baik karena kemungkinan terjadinya bencana alam, gelombang Sunami, keadaan pisik lapangan, keamanan di perjalanan dan sebagainya. Ini semua memerlukan pemikiran dan penanganan yang cukup serius. Semoga !

Kamis, 16 Juni 2011

wisata ciamis

Situ Lengkong
Peta Wisata Ciamis - Klik pada spot warna.
Pangandaran 9.
Pantai Pangandaran
Curug Tujuh - Cibolang 2. Curug Tujuh Cibolang Cagar Alam Pananjung 10. Cagar Alam Pananjung
Astana Gede 3. Astana Gede Karang Tirta 11. Pantai Karang Tirta
Cagar Budaya Karangkamulyan 4. Karangkamulyan Batu Hiu 12. Pantai Batu Hiu
Situ Mustika - Banjar 5. Situ Mustika Batu Karas 13. Pantai Batu Karas
Goa Donan 6. Goa Donan Keusik Luhur 14. Pantai Keusik Luhur
Pantai Karangnini 7. Karang Nini Green Canyon
15.
Cukang Taneuh (Green Canyon)
Lembah Putri 8. Lembah Putri Citumang 16. Wisata Alam Citumang
Objek wisata/fasilitas masih dalam pengembangan:

1 komentar:


kang deni saparakanca mengatakan...
Sok bde kamarana lburan teh,,,,,di ciamis ge seueur.........

Poskan Komentar

SITU MUSTIKA
Wana Wisata Situ Mustika adalah sebuah situ buatan yang terletak di tengah kota Banjar, Jawa Barat. Luas efektif wana wisata ini adalah 8,5 Ha, dengan 3,5 ha berupa situ (kolam besar) dan 5 ha daratan. Di tengah-tengah kolam terdapat pulo kecil. Sebuah sebuah jembatan gantung menghubungkan pulo tersebut dengan pinggir situ.
Dikelola Perum Perhutani sejak 1985, wana wisata ini menawarkan suasana hutan yang sejuk serta panorama situ yang asri dan tenang.
Secara aksesibilitas, wana wisata ini dapat dijelang dari tiga arah. Dari kota Ciamis menggunakan jalan raya Ciamis – Banjar dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Dari arah Jawa Tengah menggunakan jalan raya Cilacap – Ciamis dengan waktu tempuh sekitar 20 menit dari batas provinsi. Sedang dari arah Pangandaran dapat melalui jalan raya Pangandaran – Ciamis, masuk kota Banjar dan menggunakan jalan Jend Soewarto sebelum tiba di Parungsari. Waktu tempuh Banjar – Pangandaran adalah sekitar 2,5 jam.
Situ Mustika dikenal lama sebagai tempat berkemah (camping ground). Kelompok Pramuka, pelajar dan para pecinta alam biasa menggunakan Situ Mustika dalam agenda tahunannya. Hal ini disebabkan karena wana wisata ini memiliki lokasi yang strategis (mudah dijelang karena berada di dalam kota) serta memiliki syarat-syarat yang cukup untuk kegiatan di alam luar (kondisi hutannya sangat terjaga) dengan fasilitas-fasilitas yang cukup memadai (WC, musholla, warung dll).
Favorit Reuni
Situ Mustika juga biasa digunakan perkumpulan-perkumpulan hobby, seperti klub off roader, penggemar sepeda gunung atau motor trail untuk melakukan gathering atau outbound. Khusus pada musim liburan atau Idul Fitri, Situ Mustika merupakan tempat favorit untuk melakukan reuni keluarga atau alumni suatu almamater dengan melaksanakan serangkaian acara bersama.
KARANGKAMULYAN






[navigasi.net] Budaya - Situs Karangkamulyan
Gerbang utama menuju Situs Karangkamulyan










Lokasi
:
Karangkamulyan;Cijeungjing;Ciamis
Kordinat GPS
:
S7.346833 - E108.489333
Ketinggian
:
54 m
Fotografer
:
AMGD





Tanggapan: 4 


Galeri: 4 








[navigasi.net] Budaya - Situs Karangkamulyan
Tempat sabung ayam


Kisah tentang Ciung Wanara memang menarik untuk ditelusuri, karena selain menyangkut cerita tentang Kerajaan Galuh, juga dibumbui dengan hal luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara. Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang kerajaan Galuh ( sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit dan Pajajaran ). Tersebutlah raja Galuh saat itu Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dengan dua permaisuri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Mendekati ajal tiba Sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada patih Bondan Sarati karena Sang Prabu belum mempunyai anak dari permaisuri pertama ( Dewi Naganingrum ). Singkat cerita, dalam memerintah raja Bondan hanya mementingkan diri sendiri, sehingga atas kuasa Tuhan Dewi Naganingrum dianugerahi seorang putera, yaitu Ciung Wanara yang kelak akan menjadi peenrus kerajaan Galuh dengan adil dan bijaksana.
Bila kita telusuri lebih jauh kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda, berada dalam sebuah tempat berupa struktur bangunan terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.







[navigasi.net] Budaya - Situs Karangkamulyan
Penyandaran


Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan kisah, begitu pula beberapa lokasi lain yang terdapat di dalamnya yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau cerita tentang kerajaan Galuh seperti ; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.
Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan Kerajaan Galuh Pertama menurut penyelidikan Tim dari Balar yang dipimpin oleh Dr Tony Jubiantoro pada tahun 1997. Bahwasannya di tempat ini pernah ada kehidupan mulai abad ke IX, karena dalam penggalian telah ditemukan keramik dari Dinasti Ming. Situs ini terletak antara Ciamis dan Banjar, jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis atau dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 30 menit.
Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni Sungai Citanduy dan Cimuntur, dengan batas sebelah utara adalah jalan raya Ciamis-Banjar, sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah pari yang lebarnya sekitar 7 meter membentuk tanggul kuno, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur. Karena merupakan peninggalan sejarah yang sangat berharga, akhirnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya oleh Pemerintah.







[navigasi.net] Budaya - Situs Karangkamulyan
Makam Dipati Panaekan


Udara yang cukup sejuk terasa ketika kita memasuki gerbang utama situs ini. Tempat parkir yang luas dengan pohon-pohon besar disekitar semakin menambah sejuk Setelah gerbang utama, situs pertama yang akan kita lewati adalah Pelinggih ( Pangcalikan ). Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan / jenis yoni ( tempat pemujaan ) yang letaknya terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen ( kubur batu ). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.
Sahyang Bedil
Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat sekitar, Sanghyang Bedil dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi.
Penyabungan Ayam
Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi yang disebut Sanghyang Bedil, kira-kira 5 meter jaraknya, dari pintu masuk yakni berupa ruang terbuka yang letaknya lebih rendah. Masyarakat menganggap tempat ini merupakan tempat penyabungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan cara demokrasi.
Lambang Peribadatan
Batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu.
PanyandaranTerdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.
Cikahuripan
Di lokasi ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi hanya merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur ini disebut Cikahuripan yang berisi air kehidupan, air merupakan lambang kehidupan, itu sebabnya disebut sebagai Cikahuripan. Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.
Dipati Panaekan
Di lokasi makam Dipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari Sultan Agung Raja Mataram.
Setelah puas mengelilingi Situs ini, puluhan warung makan dengan menu khasnya pepes ayam dan pepes ikan mas merupakan pelengkap ketika kita berkunjung ke tempat ini. Apalagi minumannya air kelapa alami langsung dari buahnya semakin menambah asyiknya suasana. Walaupun hanya berupa situs-situs purbakala tampaknya tempat ini dikelola dengan cukup bagus, terbukti dengan kebersihan yang cukup terjaga di sekitar lokasi. 
Blog ini
Di-link Dari Sini
Blog ini
 
 
 
 
Di-link Dari Sini
 
 
 

Cagar Budaya Prasasti Astana Gede


Cagar Budaya Astana GedeTerletak di Desa/Kecamatan Kawali, kurang lebih 21 km arah utara kota Ciamis.

Di sini terdapat beberapa buah Batu Bertulis (Prasasti) yang merupakan cikap bakal bukti keberadaan kerajaan Sunda yang dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kencana.

Salah satu dari batu bertulis tersebut bertuliskan "Mahayunan Ayunan Kadatuan" yang dijadikan sebagai motto juang kabupaten Ciamis.

Selain batu-batu prasasti terdapat pula peninggalan lainnya berupa:

1. Seperangkat batu disolit, yakni batu tempat pelantikan raja yang disebut Palangka.
2. Batu telapak kaki dan tangan dengan garisBatu telapak kaki retak-retak menggambarkan kekuasaan dan penanggalan (kalender).
3. Tiga buah batu menhir:

a. Batu Panyandaan,
b. Batu Panyandangan,
c. Batu Pamuruyan (alat untuk bercermin).

Prasasti Astana Gede
Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti yang ditemukan di kawasan Kabuyutan Kawali, kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terutama pada prasasti "utama" yang bertulisan paling banyak (Prasasti Kawali I). Adapun secara keseluruhan, terdapat enam prasasti. Kesemua prasasti ini menggunakan bahasa dan aksara Sunda (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala, prasasti ini diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-14 berdasarkan nama raja.

Berdasarkan perbandingan dengan peninggalan sejarah lainnya seperti naskah Carita Parahyangan dan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, dapat disimpulkan bahwa Prasasti Kawali I ini merupakan sakakala atau tugu peringatan untuk mengenang kejayaan Prabu Niskala Wastu Kancana, penguasa Sunda yang bertahta di Kawali, putra Prabu Linggabuana yang gugur di Bubat.

Isi teks Prasasti Kawali
* Alihaksara diplomatis

Teks di bagian muka:
1. nihan tapa kawa-
2. li nu sang hyang mulia tapa bha-
3. gya parĕbu raja wastu
4. mangadĕg di kuta ka-
5. wali nu mahayuna kadatuan
6. sura wisesa nu marigi sa-
7. kuliling dayĕh. nu najur sakala
8. desa aja manu panderi pakĕna
9. gawe ring hayu pakĕn hebel ja
10. ya dina buana

Teks di bagian tepi tebal:
1. hayua diponah-ponah
2. hayua dicawuh-cawuh
3. inya neker inya angger
4. inya ninycak inya rempag

Alihbahasa
Teks di bagian muka:
Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa beliau Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.

Teks di bagian tepi tebal:
Jangan dimusnahkan!
Jangan semena-mena!
Ia dihormati, ia tetap.
Ia menginjak, ia roboh.

Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, perhatian sangat besar ditujukan terhadap keberadaan dan kelestarian Nusa Gede. Sebagai bentuk penghargaan kepada Dr. Koorders, ketua pertama Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming, sebuah perkumpulan perlindungan alam Hindia Belanda yang didirikan tahun 1863, Nusa Gede berubah nama menjadi Pulau Koorders.

Bahkan, pada 21 Februari 1919 area Situ Lengkong dengan Nusa Gede atau Nusa Panjalu atau Nusalarang-nya dinyatakan sebagai kawasan cagar alam yang benar-benar dijaga kelestarian alam serta budaya yang ada di dalamnya.

Koorders pada zamannya, dikenal sebagai seseorang yang menaruh perhatian besar pada botani. Bersama perkumpulannya yang diketuai, dirinya memelopori pencatatan berbagai jenis pohon yang ada di Pulau Jawa. Dibantu TH Valenton seorang ahli botani, pekerjaan mengumpulkan herbarium dan penelitian ilmiah komposisi hutan tropika.

Karen Koorders dan Valenton serta rekannya, akhirnya berhasil memberikan sumbangan yang tidak kecil pada dunia ilmu pengetahuan mengenai tumbuhan. Kemudian hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bukunya, "Bijdragen tot de Kennis der Boomsoorten van Java", sebuah buku tentang pohon-pohon yang tumbuh di Pulau Jawa.

Astana Gede Dijadikan Tempat Wisata
Sebagai kawasan cagar alam yang berada dalam pengawasan KPH Ciamis, Nusalarang memiliki vegetasi hutan primer yang relatif masih utuh dan tumbuh secara alami. Wisatawan yang berkunjung dapat menikmati berbagai jenis flora.

Saat memasuki kawasan, pengunjung sudah disambut pepohonan rotan (Calamus Sp), tepus (Zingiberaceae), dan langkap (Arenga). Semakin masuk ke dalam, pengunjung akan melihat pepohonan besar kileho (Sauraula Sp), kihaji (Dysoxylum) dan kikondang (Ficus variegata).

Selain jenis flora, di kawasan Nusa Gede juga dapat ditemui berbagai jenis fauna, sebut saja antara lain tupai (Calosciurus nigrittatus), burung hantu (Otus scops), dan kalong (Pteropus vampyrus). Sementara Elang jambul putih hanya sesekali mendatangi Nusa Gede.

Belakangan menurut keterangan Wawan, salah seorang petugas Perhutani KPH Ciamis, populasi kalong di daerah itu bertambah dengan berdatangannya kawanan kalong dari Astana Gede Kawali.

Kawanan kalong yang bersarang di situs tersebut dikabarkan sudah lebih dulu hijrah ke Situ Lengkong, jauh sebelum terjadi bencana angin ribut melanda situs Astana Gede Kawali. Situs Astana Gede Kawali dipercaya mempunyai hubungan sejarah dengan situs Panjalu di Nusalarang.

Selain menikmati keindahan alam Situ Lengkong dan Nusa Gede, dan menyaksikan flora dan faunanya, wisatawan yang datang dapat mengunjungi pulau tempat makam leluhur masyarakat Panjalu yang menjadi perintis penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Nusa Gede atau Nusa Larangan merupakan pemakaman raja-raja Panjalu dan keturunannya sampai Bupati Panjalu terakhir, Dalem Tjakranegara III. Berdasarkan gambar dan buku klasiran desa tahun 1937, luas Situ Lengkong mencapai 69,98 hektare dan Nusa Gede hanya 9,25 hektare.

Pemilik keturunan terakhir Situ Lengkong, Demang Prajadinata, dikabarkan meninggal di Mekah. Namun, sebelum berangkat pada tahun 1908, beramanat agar Situ Lengkong dijadikan tanah hak kulah. Air dan ikannya dizariahkan, sedangkan pemeliharaannya diserahkan ke pemerintah desa.

Di kalangan warga adat Panjalu atau keturunanannya, Situ Lengkong berdasarkan kisah-kisah lisan yang beredar selama ini tidaklah dengan sendirinya terbentuk. Situ tersebut terbentuk sebagai bagian dari proses pengislaman yang dirintis Prabu Borosngora, anak kedua dari Prabu Sanghyang Tjakradewa.

Berdasarkan Babad Panjalu, Prabu Borosngora disebut sebagai buyut Sanghyang Ratu Permanadewi, Ratu Kerajaan Soko Galuh yang membawa ajaran karahayuan (kemakmuran). Karena dipimpin seorang wanita, kerajaan tersebut dinamakan Kerajaan Panjalu. Dalam bahasa Sunda, berarti laki-laki.

Kerajaan Panjalu pernah kuat dan besar. Namun sayang, dalam perjalanan selanjutnya, kerajaan tersebut pernah masuk menjadi bagian Kesultanan Cirebon sampai akhirnya menjadi kabupaten. Wilayahnya kemudian digabung dengan Kabupaten Imbanagara dan Kawali sehingga menjadi Kabupaten Ciamis sekarang.

Upacara Nyangku
Selain merupakan objek wisata, sebagai bekas kerajaan, Panjalu sebenarnya masih memiliki daya tarik lainnya berupa upacara nyangku. Upacara itu setiap tahun diselenggarakan pada hari Senin atau Kamis terakhir bulan Maulud.

Nyangku yang berasal dari bahasa Arab yanko artinya sama dengan membersihkan. Dalam upacara tersebut, pedang hadiah dari Sayidina Ali dan barang pusaka lainnya seperti cis, keris, dan tombak dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di Bumi Alit untuk dibersihkan.

Prosesi upacaranya dilanjutkan dengan membawa barang-barang pusaka tersebut ke Nusalarang, lalu kembali ke balai desa untuk dibersihkan. Menjelang tengah hari, barang-barang pusaka itu disimpan kembali ke tempat asalnya.

Bagi masyarakat Panjalu, nyangku memiliki makna yang lebih luas. Dan sesuai dengan ajaran leluhur mereka, setiap langkah dalam upacara tersebut memiliki makna tersendiri yang bertujuan meningkatkan kebahagiaan lahir-batin keturunan Panjalu.(dd)

Minggu, 12 Juni 2011

curug 7 cibolang

  CURUG 7 CIBOLANG
Objek wisata ini mempunyai 7 (tujuh) buah air terjun (curug) yang terdapat pada sebuah bukit di kaki Gunung Sawal. Kita dapat menikmati keindahan dan keasrian ketujuh air terjun tersebut dengan cara mengitari bukit, menapaki jalan setapak mulai dari kaki bukit sampai ke puncak bukit dan kembali lagi.
Terletak di Desa Sandingtaman Kecamatan Panjalu, lebih kurang 35 km arah utara kota Ciamis.
Untuk menuju objek wisata ini dapat menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat atau mountaint bike bagi yang mempunyai hobi olahraga sepeda. Bagi Anda yang memerlukan kendaraan umum, Anda dapat naik dari Terminal Ciamis jurusan Kawali Panjalu, atau langsung dari Bandung jurusan Ciamis via Panjalu.

situ lengkong

Situ Lengkong Panjalu
TRIBUN JABAR/ANDRI M DANI
Situ Lengkong Panjalu –
BILA di Sumatra Utara ada Pulau Samosir dengan Danau Toba-nya, di Ciamis, Jawa Barat, ada Nusa Gede dengan Situ Lengkong-nya. Situ Lengkong adalah danau kecil yang berada di kaki Gunung Syawal dengan ketinggian 731 meter di atas permukaan laut.

Di tengah keindahan Situ Lengkong seluas 70 hektare tersebut terdapat sebuah pulau yang oleh warga Panjalu disebut Nusa Gede atau Nusa Larangan yang mempunyai luas 9,25 hektare.
Nusa Gede, yang dikelilingi genangan air Situ Lengkong, merupakan hamparan hutan rimba yang ditumbuhi berbagai pohon langka yang terpelihara kelestariannya.

Pada zaman penjajahan Belanda, Nusa Gede ini dikukuhkan sebagai cagar alam dengan nama Pulau Koorders untuk menghormati Dr Koorders, warga Belanda pendiri Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda, yang waktu itu berkedudukan di Bogor.

Di Nusa Gede ini tidak hanya tumbuh berbagai jenis pohon, belukar termasuk pohon-pohon besar tempat bergelantungannya ribuan ekor kelelawar. Juga terdapat pemakaman raja-raja Kerajaan Galuh Panjalu. Di pulau itu ada makam Prabu Haryang Kencana, anak Pangeran Borosngora, Raja Panjalu pertama yang masuk Islam dan kemudian jadi penyebar agama Islam di Galuh. Kompleks pemakaman di Nusa Gede inilah yang sering didatangi para peziarah. Bahkan mendiang mantan presiden RI KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) semasa hidupnya beberapa kali berziarah ke Nusa Gede. Gus Dur pernah menyebutkankan salah seorang leluhurnya, yakni Syaid Ali, dimakamkan di Nusa Gede.

"Rata-rata tiap hari ada empat sampai lima bus rombongan peziarah yang datang ke Situ Panjalu. Bahkan pada bulan-bulan tertentu seperti Maulud bisa 50 bus rombongan peziarah yang masuk Panjalu. Rombongan peziarah ini datang tidak hanya siang hari, tapi juga malam. Sebelum ke Nusa Gede, para peziarah harus naik perahu dulu di dermaga Situ Lengkong," ujar Yusuf (50), kuncen Bumi Alit Panjalu.

Khusus pada bulan Maulud, selalu digelar acara ritual Nyangku, yaitu tradisi memandikan benda pusaka. Pada bulan Maulud tahun 2011 ini tradisi nyangku akan dilaksanakan pada 28 Februari. Biasanya saat digelar Nyangku, Situ Lengkong akan penuh sesak oleh pengunjung.

Pada acara ritual itu semua benda pusaka peninggalan Kerajaan Panjalu yang disimpan di Bumi Alit, yang terletak di sudut Alun-alun kota kecamatan Panjalu, akan diprosesi melintas Situ Lengkong untuk disemayamkan beberapa saat di makam Prabu Haryang Kencana sebelum dimandikan di Alun-Alun Panjalu.

Para peziarah tidak hanya datang dan berdoa di kompleks makam di Nusa Gede tersebut, tetapi pulangnya sering membawa oleh-oleh berupa air Situ Lengkong. Konon asal-usul air tersebut dalam hikayatnya berasal dari air zamzam. Banyak lagi oleh-oleh lainnya seperti goreng ikan mujair dan udang putih khas Situ Lengkong.

Para peziarah juga banyak yang berburu tanaman bratawali (Tinospora crispa) yang banyak tumbuh di sekitar Situ Lengkong tersebut. Tidak hanya dalam hutan, tetapi juga tumbuh merambat di sisi-sisi tebing dan pagar warung serta kolam di sekitar tepi Situ Lengkong tersebut. Tanaman bratawali ini dipercaya dapat menyegarkan tubuh dan meningkatkan vitalitas bila air rebusan batangnya diminum secara rutin tiap hari.